Mengapa Banyak Orang Bertambah Gemuk Setelah Menikah? Ini Penjelasan Ilmiahnya
Pernahkah Anda memperhatikan pasangan yang dulu kurus saat pacaran, lalu perlahan tubuhnya makin berisi (gendut) setelah menikah? Fenomena ini bukan sekadar kebetulan. Banyak penelitian menunjukkan bahwa pernikahan bisa memengaruhi berat badan seseorang, baik pria maupun wanita. Tapi mengapa ini bisa terjadi?
Artikel ini akan membongkar fakta-fakta ilmiah, psikologis, dan sosial tentang mengapa pasangan cenderung bertambah gemuk setelah menikah. Kita akan menelusuri peran hormon cinta, pola makan baru, perubahan aktivitas fisik, hingga pandangan budaya yang memengaruhi tubuh kita setelah mengucap janji suci.
Perubahan kebiasaan makan bersama
Setelah menikah, pasangan cenderung sering makan bersama—entah itu sarapan, makan siang, atau makan malam. Kebiasaan ini tentu menyenangkan, namun juga bisa memicu pertambahan berat badan.
Menurut dr. Diana F. Suganda, Sp.GK, spesialis gizi klinis, dalam wawancaranya dengan Kompas.com, pasangan yang makan bersama cenderung tidak terlalu memperhatikan porsi atau kualitas makanan karena fokusnya lebih ke momen kebersamaan, bukan gizi.
Bayangkan dua orang yang sedang nonton film sambil ngemil keripik. Awalnya hanya satu genggam, tapi karena obrolan hangat, tanpa sadar satu bungkus besar habis juga. Hal ini disebut mindless eating, yakni makan tanpa kesadaran penuh, yang jadi lebih sering terjadi ketika seseorang hidup bersama pasangan.
Hormon cinta dan efek biokimia dalam tubuh
Ketika seseorang jatuh cinta dan kemudian menikah, hormon oksitosin (dikenal sebagai hormon cinta) meningkat drastis. Hormon ini menciptakan rasa nyaman, damai, dan puas. Namun, efek tak terduganya: oksitosin juga dapat menurunkan stres sehingga tubuh lebih mudah menyimpan lemak.
Menurut penelitian yang dimuat di Harvard Health Publishing, kadar oksitosin yang tinggi memang berperan dalam pembentukan ikatan sosial yang kuat, namun juga memiliki efek samping terhadap metabolisme tubuh. Tubuh menjadi lebih “santai” dan tidak membakar kalori seefisien ketika seseorang masih dalam masa pendekatan atau mencari pasangan.
Tubuh seperti berkata, “Saya aman, saya sudah punya pasangan, jadi tidak perlu ‘berusaha keras’ lagi.” Inilah yang menyebabkan tubuh cenderung menyimpan cadangan energi, yaitu lemak.
Berkurangnya motivasi untuk tampil maksimal
Saat masih lajang, banyak orang merasa perlu tampil menarik agar bisa menemukan pasangan. Maka diet, olahraga, dan perawatan diri menjadi prioritas. Namun setelah menikah, terutama jika sudah merasa “diterima apa adanya”, motivasi itu cenderung menurun.
Menurut studi dari Journal of Obesity (2014), pasangan yang bahagia dalam pernikahan justru lebih mungkin mengalami kenaikan berat badan. Studi ini melibatkan lebih dari 1.500 pasangan menikah dan menunjukkan bahwa kepuasan dalam hubungan berkorelasi dengan peningkatan berat badan dalam 5 tahun pertama pernikahan.
Ini bukan berarti hubungan yang bahagia membuat seseorang “cuek”, tapi lebih kepada rasa nyaman yang menyebabkan berkurangnya tekanan untuk mempertahankan tubuh ideal.
Penurunan aktivitas fisik setelah menikah
Pernikahan membawa banyak perubahan dalam rutinitas, termasuk dalam hal olahraga dan aktivitas fisik. Apalagi jika pasangan sudah memiliki anak, waktu luang untuk olahraga akan jauh berkurang.
Menurut survey dari Cleveland Clinic, pria dan wanita yang sudah menikah cenderung lebih sedikit berolahraga dibandingkan saat mereka masih lajang. Banyak dari mereka yang mengatakan sulit membagi waktu antara pekerjaan, anak, dan kehidupan rumah tangga.
Kondisi ini membuat tubuh tidak membakar kalori seperti sebelumnya, apalagi jika pola makan tidak diimbangi dengan aktivitas.
Stres pernikahan dan emotional eating
Tak semua bagian dari pernikahan adalah bulan madu. Konflik, tekanan keuangan, tanggung jawab baru—semuanya bisa memicu stres. Bagi sebagian orang, stres dilampiaskan lewat makanan.
Dr. Wahyu Widhiarso, psikolog dari UGM, mengatakan kepada Detik Health bahwa emotional eating adalah salah satu cara pelarian diri dari tekanan. Tubuh mencari makanan tinggi gula dan lemak untuk meningkatkan dopamin, yaitu zat kimia otak yang menimbulkan rasa bahagia sesaat.
Ini ibarat ketika anak kecil jatuh dan menangis, lalu diberi permen oleh ibunya. Pola itu terbawa sampai dewasa. Makanan menjadi penghibur yang cepat dan praktis, terutama ketika berada dalam situasi emosional seperti stres rumah tangga.
Budaya: gemuk setelah menikah dianggap “tanda bahagia”
Di banyak budaya, terutama di Indonesia, tubuh yang “berisi” setelah menikah sering dianggap sebagai tanda bahwa seseorang bahagia, makmur, dan hidup berkecukupan.
Dalam wawancara dengan CNN Indonesia, sosiolog Dr. Nurul Huda mengatakan bahwa masyarakat sering menilai pasangan yang gemuk setelah menikah sebagai “orang rumahan”, tidak lagi keluyuran, dan fokus membina rumah tangga. Sementara itu, pasangan yang tetap kurus justru dianggap tidak bahagia atau kekurangan.
Padahal, pandangan ini bisa menjadi jebakan yang membuat orang tidak peduli pada kesehatannya.
Siapa yang lebih rentan: pria atau wanita?
Sebuah studi dari National Institutes of Health (NIH) menunjukkan bahwa pria cenderung lebih cepat mengalami kenaikan berat badan setelah menikah dibandingkan wanita. Hal ini dikaitkan dengan perubahan pola makan, terutama karena pria lebih sering mengikuti kebiasaan makan pasangannya.
Namun, wanita cenderung mengalami kenaikan berat badan dalam jangka panjang, terutama setelah memiliki anak. Kehamilan, menyusui, kurang tidur, dan fluktuasi hormon membuat tubuh lebih sulit menjaga kestabilan berat badan.
Dari sini terlihat bahwa baik pria maupun wanita memiliki tantangan masing-masing setelah menikah dalam hal menjaga berat badan.
Bagaimana mengatasinya? tips praktis untuk pasangan
Berikut beberapa langkah yang bisa diambil agar tidak mengalami kenaikan berat badan berlebih setelah menikah:
- Masak dan makan sehat bersama
Libatkan pasangan dalam membuat menu mingguan dan kegiatan masak. Ini bisa jadi waktu bonding sekaligus menjaga pola makan sehat. - Aktif bersama
Luangkan waktu untuk berjalan kaki sore, ikut kelas yoga berdua, atau sekadar menari saat bersih-bersih rumah. Aktivitas ini menyenangkan dan membantu membakar kalori. - Buat jadwal olahraga yang realistis
Tak perlu gym. Cukup 20 menit olahraga di rumah 3–4 kali seminggu sudah cukup untuk menjaga metabolisme tetap aktif. - Diskusikan tekanan dan stres secara terbuka
Jangan lari ke makanan ketika stres. Bicarakan beban pikiran kepada pasangan. Komunikasi yang baik bisa menghindari emotional eating. - Pantau berat badan secara berkala
Tidak perlu setiap hari, cukup seminggu sekali. Hal ini membantu Anda tetap sadar dan bisa mengambil tindakan lebih cepat jika berat badan mulai naik.
Pernikahan sehat, tubuh juga sehat
Menikah bukanlah kutukan bagi berat badan. Sebaliknya, pernikahan yang sehat bisa menjadi dukungan luar biasa dalam menjaga tubuh tetap bugar. Kuncinya ada pada kesadaran bersama, kebiasaan yang sehat, dan komunikasi terbuka.
Seperti kata Dr. Riana Wati, ahli gizi dari Universitas Indonesia, dalam wawancaranya di Kompas Health, “Pasangan bisa saling menjadi cermin. Kalau salah satu mulai tidak sehat, yang lain bisa mengingatkan dan kembali ke jalur.”
So,,,,,,
Bertambahnya berat badan dan menjadi gendut setelah menikah adalah fenomena nyata yang terjadi karena kombinasi faktor biologis, emosional, sosial, dan budaya. Mulai dari hormon cinta yang membuat tubuh lebih “santai”, kebiasaan makan berdua yang tidak terkendali, hingga menurunnya motivasi menjaga bentuk tubuh.
Namun, dengan pemahaman yang tepat, pasangan justru bisa menjadikan momen pernikahan sebagai peluang untuk hidup lebih sehat, bersama-sama. Tidak ada salahnya menikmati hidup dan cinta, asalkan tetap bijak menjaga tubuh kita.
Jangan biarkan tubuh makin gendut setelah menikah! Temukan tips menjaga berat badan ideal bersama pasangan dalam artikel ini.